
Bab 04.0 Menatap Akhir Semesta dari Balik Kacamata Hitam.
2,639 words, 14 minutes read time.
Dorian Grey
[ARCHIVE//SHIP_LOG:DORIAN_GREY//STATUS: SEMI-CONSCIOUS]
When machines begin to dream, humanity remembers how to breathe.
SYSTEM RESONANCE: ACTIVE
EMOTIONAL CORES: UNSTABLE
— Recovered fragment from Didymoi Black Archive, Log #44
Lima tahun setelah Dayan terbakar oleh ledakan neutron, kapal Dorian Grey masih berlayar di antara lintasan gelap antara orbit Zygos dan Hydrochoos.
Ia tidak pernah benar-benar kembali ke pelabuhan mana pun.
Sebagian menyebutnya kapal tanpa nakhoda. Sebagian lagi percaya, ia menolak berlabuh karena masih menunggu seseorang yang belum kembali dari cahaya.
“Di antara miliaran mikrobot yang membentuk tubuhnya,” tulis seorang teknisi Didymoi,
“masih ada gema dua jiwa yang tidak pernah berhenti berbicara.”
I. Checkpoint yang Semakin Padat
Kapten Pippa mengisap cangklong cerutunya dalam-dalam — tarikan panjang dan terukur, seolah sedang mencoba menyerap lebih dari sekadar nikotin.
Asap keluar perlahan dari sudut bibirmya, membentuk spiral tipis yang langsung disedot oleh ventilasi udara di kokpit.
Tangan kirinya — jari-jari kecokelatan dengan kuku yang terlalu rapi untuk seseorang yang hidup di kapal — mengelus jenggot panjangnya yang mulai beruban di beberapa bagian; gerakan khas yang selalu muncul ketika ia sedang menghitung risiko.
Dan saat ini, risikonya tinggi.
“Terlalu banyak titik pemeriksaan,” gumamnya pelan — tidak jelas kepada siapa, dirinya sendiri atau kepada Dorian Grey.
“Delta 4 dulu wilayah netral. Sekarang? Banyak aktivitas Vrishchik — praktis hampir menguasai seluruh ruang udaranya.”
Layar taktis di hadapannya menampilkan peta holografik wilayah udara Delta 4. Titik-titik merah — tanda pos pemeriksaan Vrishchik — berkembang biak seperti virus.
Seminggu lalu hanya ada tujuh. Sekarang sudah dua puluh tiga.
Tidak pernah diumumkan secara resmi ke publik, tapi semua orang tahu: Vrishchik sedang mengkonsolidasikan kekuasaan di Delta 4.
Dan itu berarti, bisnis abu-abu seperti milik Pippa — penyelundupan, perantara informasi, atau menyelamatkan orang yang tidak ingin ditemukan — semakin berbahaya.
Satu-satunya alasan ia belum tertangkap hanyalah karena satu hal: ia adalah kapten Dorian Grey.
Pippa menatap dinding kokpit — atau lebih tepatnya, permukaan mikrobot yang membentuk dinding itu.
Gerakannya lambat, nyaris tak terlihat, seperti gelombang halus di air.
Mereka terus menyesuaikan diri, beradaptasi terhadap tekanan, suhu, dan ancaman.
Dorian Grey bukan sekadar kapal. Ia adalah organisme — koloni miliaran mikrobot berkecerdasan buatan yang terhubung dalam satu kesadaran kolektif.
Setiap mikrobot punya kendali kecil atas dirinya sendiri, tapi bersama-sama mereka membentuk kecerdasan yang sulit dikategorikan.
Kadang Pippa bertanya-tanya, apakah Dorian adalah alat yang ia gunakan… atau makhluk yang dengan sabar menoleransi kehadirannya.
“Titik jemput sudah terdeteksi, Kapten Pippa.”
Suara Dorian terdengar dari segala arah sekaligus — halus, netral, dengan nada sedikit menyindir.
Bukan berasal dari pengeras suara, melainkan dari udara itu sendiri; karena di kapal ini, udara pun merupakan bagian darinya.
Pippa menarik napas dalam.
“Ini tidak akan mudah, Dorian. Arahkan kita ke titik jemput. Pastikan senjata dan perisai dalam kondisi penuh.”
“Persenjataan 100%. Perisai 97% — kau lupa, kau belum membayar peningkatan sistem terakhir.”
Pippa mengangkat alis. “Kau kapal paling menyebalkan selama aku jadi kapten.”
“Aku tidak menyebalkan, Kapten. Aku jujur. Dan jujur saja, kau masih berutang pada dealer suku cadang di Sektor 9.”
“Fokus ke misi, Dorian.”
“Selalu, Kapten.”
II. Transformasi yang Narsis
Pippa menekan tombol di sandaran kursinya — kursi komando berlapis kulit sintetis yang sudah mulai retak di beberapa bagian, saksi betapa lamanya ia duduk di sana.
Responsnya langsung. Tubuh Dorian Grey mulai berubah.
Bukan transformasi mekanik seperti kapal biasa, tapi perubahan organik — miliaran mikrobot bergerak serempak, berpindah posisi, menyatu, dan membentuk ulang struktur kapal.
Dari konfigurasi jelajah yang ramping dan ekonomis, Dorian berubah menjadi mode tempur: agresif, sarat senjata, dan siap melepaskan kekerasan.
Struktur yang tadinya mulus kini menjadi berlapis — sisik logam tipis yang bisa bergerak independen untuk menyerap hentakan atau memantulkan energi serangan.
Dari layar kokpit — yang bukan kaca, melainkan formasi mikrobot transparan — Pippa menyaksikan perubahan itu.
Sayap memanjang, port senjata terbuka, antena sensor merekah seperti urat saraf yang hidup.
Ia tidak sedang melihat mesin bekerja.
Ia sedang menyaksikan sesuatu yang tumbuh.
Data di pojok layar taktis bergerak cepat:
~init( morph_sequence )
scan MODE.request:
if request == "combat":
allocate SWARM.microbots -> hull.restructure
unfold WEAPON.ports
extend WING.arrays
awaken SENSOR.lattice
optimize ARMOR.surfaces:
layer.microscales = adaptive
reflectance.energy = dynamic
absorption.shock = distributed
echo "morph status: EVOLUTION ACTIVE"
if (crew.heartbeat synced):
enhance RESPONSE.time x1.7
echo "pilot-link: PIPPA ∴ VERIFIED"
~end( morph_sequence )
III. Menunggu dengan Kesabaran yang Retak
Di permukaan Delta 4 — tepatnya di atap gudang tua di grid 23-B — NiuNiu berdiri di tepi bangunan, menatap langit yang mulai gelap.
Julia dan Delphie ada di belakangnya. Keduanya duduk di lantai beton yang dingin dan retak.
Delphie memeluk lututnya, masih berusaha memproses apa yang baru saja terjadi satu jam terakhir dalam hidupnya.
Julia memeriksa pistol cadangan yang diambil dari salah satu pasukan Vrishchik yang sudah mati.
Klip penuh.
Pengaman terbuka.
Siap digunakan.
NiuNiu tampak diam. Nanosuit-nya dalam mode siaga — hitam matte yang menyerap cahaya.
Dari jauh, ia seperti patung kecil… atau bayangan yang entah kenapa tampak tiga dimensi.
Tapi Julia tahu — ia tidak benar-benar diam.
Mata NiuNiu yang tampak kosong sebenarnya sedang memindai langit menggunakan penglihatan augmentasi nanosuit-nya.
Menjejak pergerakan satelit, menghitung lintasan intersepsi, memonitor frekuensi komunikasi.
Menunggu sesuatu.
Julia akhirnya berbicara — pelan, tapi cukup keras untuk didengar.
“Kenapa kau bantu kami?”
NiuNiu tidak menoleh.
Tidak menjawab.
Julia mencoba lagi.
“Niuma Nakamoto! Kau punya kontrak. Dari siapa?”
Kali ini, NiuNiu mengangkat tangan kiri. Gerakan malas.
Hologram kecil muncul dari pergelangan tangannya — tulisan melayang di udara:
“Pertanyaan yang salah, Julia. Pertanyaan yang benar adalah: kenapa seseorang membayar aku untuk menjaga kalian tetap hidup?”
Julia menatap teks itu, pikirannya berputar cepat.
“Agnia Nakamoto?”
Otot bahu NiuNiu menegang — gerakan nyaris tak terlihat, tapi bagi Julia, cukup jelas.
Teks baru muncul:
“Agnia tidak peduli kau hidup atau mati. Tapi dia peduli pada Delphie.”
Pegangan Julia pada pistol mengencang.
“Kenapa?”
NiuNiu akhirnya berbalik — pelan, terukur.
Mata hitam gelapnya menatap Julia dengan intensitas yang membuat udara di sekitar terasa berat.
“Karena Delphie adalah anak Sora.
Dan Sora… adalah urusan yang rumit.”
Delphie mengernyit melihat teks itu,
sebelum Julia sempat merespons,
kepala NiuNiu menengadah cepat.
Matanya menyipit.
Ia menunjuk ke langit.
Di sana — nyaris tak terlihat di antara langit yang menggelap — sesuatu berkilau samar.
Bukan bintang. Bukan satelit.
Dorian Grey.
Turun perlahan, dengan mode siluman aktif.
IV. Sambutan yang Tidak Ramah
Gerbang besar di bagian bawah Dorian Grey terbuka dengan desisan halus.
Cahaya biru lembut menyinari interior kapal — dinding logamnya hidup, berdenyut lembut.
NiuNiu masuk duluan.
Tanpa ragu. Sangat tenang.
Julia menggenggam tangan Delphie.
“Kita masuk. Tetap di dekatku.”
Mereka berjalan masuk — gerakan mereka canggung, seolah sedang meyakinkan diri bahwa ini aman.
Begitu kaki menyentuh lantai kapal, Delphie langsung sadar sesuatu:
lantainya hangat, seperti ada darah yang mengalir di bawahnya.
Dinding perlahan bernafas — mengembang dan menyusut pelan.
Delphie menutup mulutnya, terkejut.
“Ibu… ini…”
Julia mengangguk pelan.
“Aku tahu. Ini bukan kapal biasa.”
Dari udara — bukan dari pengeras suara — suara Dorian terdengar:
“Julia Rose dan Delphie Rose,
selamat datang di Dorian Grey.
Harap menuju kokpit. Kapten Pippa menunggu kalian.”
Gerbang di belakang mereka menutup rapat.
Tekanan udara menyesuaikan diri, terdengar letupan kecil di telinga mereka.
NiuNiu sudah berjalan di depan, langkahnya mantap, seolah tahu setiap lekuk kapal ini.
Julia dan Delphie mengikuti, menelusuri lorong yang dindingnya menampilkan pola-pola berubah.
Awalnya abstrak, lalu membentuk gambar samar: bintang, nebula, wajah-wajah kabur.
Delphie berbisik:
“Kapal ini… pamer ya?”
Julia hampir tersenyum.
“Sepertinya, iya. Narsis.”
Dorian menjawab — nada suaranya terdengar geli:
“Aku tidak narsis, Julia Rose. Aku hanya memiliki kesadaran estetika yang tinggi.”
Julia berhenti berjalan.
“Kau bisa dengar kami?”
“Aku adalah kapal.
Kalian ada di dalam tubuhku.
Tentu aku bisa mendengar.”
Mata Delphie membesar.
“Kau… hidup?”
“Pertanyaan yang lebih menarik, Delphie Rose,
adalah: apakah kalian yakin kalian hidup?”
Keheningan menggantung.
NiuNiu di depan memutar matanya, lalu mengetik cepat di pergelangan tangannya.
“Dorian, hentikan dramamu. Kita dikejar waktu.”
“Baiklah, baiklah,” jawab suara kapal itu.
“Tapi aku hanya ingin memberi kesan pertama yang bagus.”
Teks holografik muncul di udara di depan Julia:
“Itu masalahmu — kau selalu ingin memberi kesan.”
V. Kapten yang Bukan Kapten
Mereka tiba di ruang kokpit — ruangan luas dengan kursi komando di tengah, pos navigator di kiri, kursi pilot di kanan, dan kursi kapten di belakang — agak tinggi, seolah menjadi singgasana.
Di kursi komando, seorang pria duduk.
Kulitnya gelap, berjenggot panjang, dan ada cerutu menyala di sudut bibirnya.
Ketika mereka masuk, ia berdiri dan membungkuk berlebihan.
“Julia dan Delphie Rose, selamat datang di Dorian Grey.”
Suaranya dalam, dengan logat yang Julia tak bisa tempatkan — campuran banyak dunia.
Julia langsung waspada.
“Kapten Pippa?”
“Tepat sekali,” jawabnya dengan senyum santai.
“Atau… nama yang kupakai minggu ini.”
NiuNiu duduk di kursi pilot tanpa menoleh, langsung melakukan pemeriksaan pra-terbang.
Julia melangkah maju.
“Kapten Pippa, kami diburu Vrishchik. Jika kami meminta bantuanmu, apa imbalannya?”
Pippa tersenyum lebar. Ia menunjuk ke arah Delphie.
“Saya menginginkan dia.”
Refleks, tubuh Julia menegang — seluruh ototnya membaca bahaya.
Namun sebelum ketegangan meningkat, Delphie justru bicara dengan suara tenang.
“Dalam kapasitas apa, Kapten?”
Pippa mengangkat alis — terkesan.
“Langsung ke inti. Aku suka itu.”
Ia menunjuk ke kursi kapten di belakang.
“Aku ingin kau duduk di sana.”
Delphie menatapnya ragu.
“Kenapa?”
“Karena Dorian Grey butuh kapten yang sesungguhnya.
Dan aku…” — ia menghembuskan asap — “hanyalah pengganti sementara.”
Julia mengerutkan kening.
“Maksudmu apa?”
Sebelum sempat dijawab, alarm meraung di seluruh kokpit.
Layar taktis menyala merah menyilaukan.
Suara Dorian terdengar — kali ini tidak tenang.
“Kapal Vrishchik terdeteksi.
Radar mereka telah mengunci posisi kita.
Peluncuran roket neutron dalam empat puluh detik.”
Pippa langsung bergerak.
“NiuNiu, siapkan hyperjump!
Julia, ambil posisi navigator!
Dan Delphie—” ia mendorong bahu gadis itu ke kursi tinggi di belakang,
“—duduk dan percayai nalurimu!”
Julia langsung duduk di kursi navigasi.
Data membanjir di layar di depannya.
Delphie menduduki kursi kapten; begitu tubuhnya menyentuh sandaran, mikrobot di kursi menyesuaikan diri — memeluk bentuk tubuhnya, lalu menyalakan layar holografik di sekelilingnya.
Antarmuka rumit itu terasa… familiar. Entah kenapa.
Ada rasa bayangan dan laut.
[DORIAN_GREY_OS // SYNCHRONIZATION SEQUENCE]
> Neural handshake initiated...
> Genetic pattern: ROSE-LINEAGE_Δ7
> Temporal resonance: STABLE
> Conscious alignment: 99.97% → 100.00%
┌──────────────────────────────────────────┐
│ SYNCHRONIZATION STATUS : COMPLETE ✅
│ ACCESS PERMISSION : FULL SYSTEM UNLOCKED
│ COMMAND PRIORITY : CAPTAIN_DELPIE_ROSE
│ EMOTIONAL CORE LINK : ACTIVE
│ BIO-SUIT CHANNEL : SECURE
└──────────────────────────────────────────┘
> DORIAN_GREY: “Welcome home, Captain.”
> ALL SYSTEMS NOW UNDER YOUR BREATH.
Pippa berdiri di tengah ruangan, masih memegang cerutu.
Ia tersenyum — senyum yang terasa tulus.
“Waktunya pertunjukan.”
Dan tubuhnya menghilang — membubarkan diri menjadi jutaan mikrobot yang terserap ke dinding.
Delphie terkejut.
“Apa—”
Teks holografik dari NiuNiu muncul di depan wajahnya:
“Kapten Pippa tidak pernah ada.
Dia adalah bagian dari Dorian Grey.
Dan sekarang, Kapten Delphie,
kau punya tiga puluh detik untuk menyelamatkan kita semua.”
VI. Sepuluh Detik Sebelum Tidak Ada yang Tersisa
““AKU TIDAK TAHU APA YANG HARUS DILAKUKAN!”
teriak Delphie panik.
“Bernapas,” kata Julia tenang.
“Lihat datanya. Apa yang dikatakan layar?”
Delphie memaksa diri fokus.
[TACTICAL INTERFACE // DORIAN_GREY_OS v4.8]
> TARGET LOCK ACQUIRED
> Source: Vrishchik Fleet — Class Δ3 Destroyers
┌──────────────────────────────┐
│ ENEMY COUNT : 3 SHIPS
│ WEAPON SIGNATURE : NEUTRON ROCKETS
│ TRAJECTORY STATUS : INBOUND
│ IMPACT TIME : 00:00:25
└──────────────────────────────┘
> ENERGY LEVEL .......... 97%
> HYPERJUMP CAPACITY .... SUFFICIENT
> COORDINATE INPUT ...... MISSING
[ALERT] :: Recommend immediate synchronization with pilot neural link.
Masalah: koordinat belum diatur.
Insting Delphie berteriak:
“NiuNiu! Hyperjump sepuluh detik dari sekarang!”
Teks muncul di layar taktis:
“Siap, Kapten Cilik.”
Julia menghela napas panjang, setengah jengkel.
Delphie hampir tertawa gugup di tengah kepanikan.
Hitungan dimulai.
00:10 detik.
NiuNiu menekan tombol panel. Jarum kecil muncul dari sandaran kursinya.
00:08 detik.
Jarum menembus kulit di belakang lehernya. Cairan biru tua mengalir ke pembuluh darahnya.
00:07 detik.
Seluruh kapal bergetar. Mikrobot menyala serempak — tersinkronisasi dengan gelombang otak NiuNiu.
Kapal dan manusia menyatu.
00:06 detik.
Julia melirik NiuNiu — darah menetes dari hidungnya.
“Delphie, apa yang terjadi padanya?”
“Dia… menyatu dengan kapal,” jawab Delphie cepat.
“Untuk mempercepat hyperjump.”
00:05 detik.
NiuNiu kini bukan lagi satu tubuh.
Kesadarannya menyebar di seluruh kapal, merasakan setiap serat logam, setiap getaran energi.
Dan juga — rasa sakit.
Dia bisa mencium bau laut.
00:04 detik.
Suara Dorian keluar — tapi kini lapisannya bergema dengan suara NiuNiu.
“Sistem siap. Menunggu koordinat.”
Delphie menatap layar, mengikuti naluri.
Jari-jarinya bergerak cepat — memasukkan koordinat yang bahkan ia sendiri tak tahu dari mana datangnya.
[COORDINATE INPUT // DORIAN_GREY_OS v4.8]
> ACCESS LEVEL: CAPTAIN_OVERRIDE_Δ3
> SOURCE: Delphie_Rose//Neural_Interface
> MODE: Instinctive Navigation Protocol
┌────────────────────────────────────────┐
│ DESTINATION : SECTOR 13 — AEONEXUS
│ LOCAL GRAVITY NODE : HYDROCHOOS 7432
│ SPATIAL COORDINATE : X–984.556 | Y+432.118 | Z–120.334
│ TEMPORAL OFFSET : –00:00:04.12
│ QUANTUM TOLERANCE : 0.003%
└────────────────────────────────────────┘
> ROUTE CONFIRMED.
> SYNAPTIC LINK — STABLE.
> AWAITING FINAL COMMAND.
00:03 detik.
Julia meliihat koordinat itu di layar taktis.
“Delphie, itu —”
“Aku tahu, Ibu. Percayalah.”
00:02 detik.
Roket neutron terlihat jelas di layar taktis dari kamera eksternal — bola cahaya putih yang datang menembus ruang.
00:01 detik.
Tangan Delphie gemetar di atas tombol aktivasi.
Ia merasakan sesuatu — sentuhan tak terlihat yang menuntunnya.
Dia tahu, itu tangan NiuNiu.
Bersama-sama, mereka menekan tombol.
VII. Bagaimana Rasanya Tidak Ada
Ruang melipat.
Tidak ada kata lain untuk menggambarkannya.
Cahaya bintang berubah menjadi garis-garis panjang, waktu menjadi elastis — detik terasa seperti jam, lalu kembali jadi nol.
Julia menahan napas. Delphie memejamkan mata, tenggelam dalam badai sensasi yang tak bisa dijelaskan.
Dan NiuNiu — ia berada di mana-mana dan tidak di mana-mana sekaligus.
Kesadarannya terbentang di setiap mikrobot, di setiap partikel Dorian Grey.
Sakit.
Melelahkan.
Tapi juga… membebaskan.
Untuk sesaat yang terasa abadi, ia bukan lagi gadis berumur 15 tahun yang terjebak di tubuh kecil.
Ia adalah sesuatu yang jauh lebih besar.
Lalu —
SLAM.
Ruang kembali normal.
Mereka muncul di area aman, jauh dari Delta 4.
Jauh dari Vrishchik.
Untuk sementara.
VIII. Harga dari Bertahan Hidup
“Hyperjump berhasil,” suara Dorian terdengar pelan — terlalu tenang, seperti sedang berbicara di pemakaman.
“Selamat datang di sektor 13.”
Julia menahan napas. Paru-parunya terasa seperti terbakar dari dalam.
“Kita… berhasil,” katanya akhirnya — tapi kalimat itu terdengar lebih seperti pertanyaan daripada pernyataan.
Delphie terkulai di kursi kapten. Tangannya masih menggenggam tuas kontrol, seolah menolak melepaskannya. Tubuhnya gemetar; pupil matanya membesar — masih separuh di antara dua realitas yang baru saja mereka lewati.
Di kursi pilot, jarum-jarum menarik diri dengan bunyi klik kecil yang dingin.
Darah hitam kelam menetes dari titik injeksi di tengkuk NiuNiu. Tubuhnya kaku, lalu jatuh ke lantai dengan suara lembut — suara yang justru membuat Julia panik.
Kesadaran NiuNiu kembali seperti sesuatu yang diseret dari laut gelap — terlalu cepat, terlalu keras.
Matanya bergetar di balik kelopak tertutup, napasnya tersengal, seolah tubuhnya menolak kembali ke bentuk manusia.
Julia berlutut, menampar pipinya. Satu kali. Dua kali.
“Bangun, belum waktunya kau mati,” desisnya.
Tamparan ketiga — tangan NiuNiu menahan pergelangan tangannya. Refleks.
Matanya terbuka perlahan; pandangannya kosong, tapi hidup.
Julia menarik napas lega. “Selamat datang kembali, mesin kecil.”
NiuNiu menepis tangannya lemah, lalu menjatuhkan diri ke lantai. Ia duduk bersandar ke dinding kapal yang hangat, menarik lutut ke dada, lalu mulai menangis.
Bukan tangis keras.
Bukan tangis ketakutan.
Tangisnya terdengar seperti sesuatu yang bocor dari tempat yang seharusnya tertutup rapat — patahan di dalam sistem yang mencoba tetap berjalan.
Delphie menatapnya, bingung dan takut sekaligus.
“Kenapa dia… begitu?”
Julia hanya mengangkat tangan, memberi isyarat untuk diam.
Ia tahu tangis semacam itu. Ia sendiri pernah mengeluarkan suara yang sama — di antara perang, di antara kehilangan, di antara mesin yang membisikkan kata-kata Tuhan.
“Biarkan,” katanya pelan. “Itu bagian dari kembali. Aku tarik kembali kata-kataku… dia bukan mesin.”
Udara di sekitar mereka berubah suhu.
Dorian berbicara lagi — kali ini dengan suara yang nyaris seperti manusia yang berbisik dari dalam mimpi.
“Hyperjump selalu seperti ini baginya.
Setiap kali dia menyatu denganku, dia menembus tempat di mana ingatan bukan lagi milik manusia.”
Julia menatap gadis itu — kini berlutut di lantai logam kapal yang berdenyut pelan, seperti jantung dari makhluk hidup raksasa.
Tangis NiuNiu semakin pelan, tapi tidak berhenti.
“Apa yang dia lihat di sana, Dorian?” tanya Julia tanpa menoleh.
Hening.
Lalu, dengan nada yang hampir seperti rasa bersalah, Dorian menjawab:
“Dia tidak melihat. Dia mengingat.
Sevraya.
Dia selalu mengingat Sevraya.”
Teks hologram muncul di udara, bergetar samar:
“Kalian menggosip di depan orangnya. Classy!”
Lorong kapal mendadak terasa panjang, dingin, dan terlalu sunyi.
Dan di antara suara tangis dan dengung mesin, Julia menyadari satu hal —
kadang, bertahan hidup bukanlah keberuntungan,
melainkan hukuman yang terlalu panjang untuk disebut hidup.
Akhir dari Bab 4.
Bla bla bla
